Artikel Interkoneksi Telekomunikasi

Minggu, 16 Desember 2007

Menkominfo Teken Permen Interkoneksi

Jakarta - Peraturan menteri (permen) mengenai interkoneksi sudah ditandatangani hari ini, Rabu (8/2/2006). Tapi baru berlaku efektif beberapa bulan lagi.



"Permen interkoneksi sudah ditandatangani hari ini, tapi baru efektif 5 sampai 6 bulan mendatang," kata Menteri Sofyan A. Djalil, usai acara lelang 3G di Gedung Sapta Pesona Ditjen Postel, Rabu (8/2/2006).



Sebelumnya, Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Interkoneksi sudah dipublikasikan Ditjen Postel pada September 2005. Ini merupakan rumusan yang dihasilkan dari kajian tentang implementasi pengaturan interkoneksi berbasis biaya (cost based interconnect) sejak tahun 1999.



RPM tersebut juga dirumuskan berdasarkan pembahasan bersama sebelumnya yang dilakukan dengan stake holder industri telekomunikasi Indonesia, yaitu para penyelenggara dan asosiasi terkait.



Menurut Sofyan, dengan diresmikannya Permen Interkoneksi ini, penetapan tarif interkoneksi nantinya akan berbasis biaya (cost base), sehingga tidak ada range harga.



Masing-masing operator akan menawarkan harga interkoneksi masing-masing. "Dengan permen ini maka akan ketahuan apa yang harus dilakukan dan berapa harganya," imbuh Sofyan. Dijelaskan, tarif tersebut baru akan efektif enam bulan setelah penandatanganan.



Ketentuan tentang interkoneksi ini ditetapkan untuk menjamin kepastian dan transparansi penyediaan telekomunikasi. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000, tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.



Biaya interkoneksi adalah biaya yang dibebankan sebagai akibat adanya keterhubungan antar jaringan telekomunikasi yang berbeda, dan atau ketersambungan jaringan telekomunikasi dengan perangkat milik penyelenggara jasa telekomunikasi.



Dalam RPM Interkoneksi disebutkan, biaya interkoneksi dibebankan oleh penyelenggara tujuan kepada penyelenggara asal panggilan yang mempunyai tanggung jawab atas panggilan interkoneksi. Dalam hal tanggung jawab panggilan interkoneksi dimiliki oleh penyelenggara tujuan atau penyelenggara jasa telekomunikasi, biaya interkoneksi dibebankan oleh penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan.



Sebelumnya, interkoneksi berbasis biaya sempat menimbulkan keberatan dari sejumlah operator telekomunikasi. Pengamat menilai, keberatan ini adalah suatu hal yang wajar, karena dalam setiap peraturan pasti ada pihak yang dirugikan dan diuntungkan.



Interkoneksi berbasis biaya dinilai pengamat cenderung akan mengurangi keuntungan perusahaan atau operator. Bila biaya interkoneksi tidak ditetapkan dengan hati-hati, kemungkinan besar banyak kalangan akan takut berbisnis telekomunikasi di Indonesia. (rou) ( nks )


Artikel ini diambil dari website detikinet.com