Artikel Interkoneksi Telekomunikasi

Minggu, 16 Desember 2007

Tarif Selular RI Termahal di Asia

* BRTI Minta Diturunkan * Traif Termurah di Filipina dan Vietnam * BRTI Juga Tuduh Operator Lakukan Kartel * Operator Bantah Berlakukan Tarif Mahal



Jakarta, Tribun - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menilai tarif telepon selular di Indonesia adalah tarif termahal di bandingkan di negara-negara Asia.

"Sejak 1999 sampai sekarang, tarif seluler tetap mahal. Kalaupun ada penurunan, itu sangat tipis. Hasil kajian kamia dan konsultan ahli yang kami sewa, tarif yang ditetapkan antaroperator nyaris sama," kata anggota Komite BRTI Kamilov Sagala ke[ada Persda Network di Jakarta, Kamis (2/8).

Kamilov ditemui di sela-sela diskusi tentang persaingan usaha sehat di Hotel Sultan. Dia mengatakan, BRTI meminta tarif yang ada sekarang masih bisa diturunkan.



Data yang diperoleh Tribun menunjukkan, tarif pulsa selular di Indonesia lebih mahal dari Filipina, Vietnam, Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Menurutnya, tarif selular menjadi mahal karena operator seluler melakukan praktik dagang oligopolisitik, persekongkolan lewat kesepakatan di bawah tangan mematok tarif seluler di level tertentu untuk keuntungan bersama diantara operator.

Namun kalangan operator selular yang dihubungi terpisah membantah tudingan BRTI. Mereka menganggap tudingan tersebut salah alamat (lihat, Reaksi Operator Selular).


SMS

Kamilov mengungkapkan, praktik persekongkolan itu tak cuma dilakukan operator GSM tapi juga CDMA. Dia menunjuk contoh tarif pengiriman SMS lintas operator.

Sejak pertama kali layanan ini diluncurkan pada saat operator GSM beroperasi secara komersial di tahun 1990- an, tarifnya tidak pernah turun. Taris SMS Rp 350 per SMS. "Padahal, dari hasil penelitian kami dengan melibatkan konsultan ahli, biaya produksi pengiriman satu kali SMS hanya Rp 75 per SMS," ujarnya.

Dengan kondisi saat ini, operator sengaja mengambil margin sangat tinggi, mencapai 300 persen lebih dari biaya produksi yang dikeluarkan.

Keuntungan operator itu, kata Kamilov, semakin menggunung jika SMS itu dilakukan pelanggan ke pelanggan lain di sesama operator.

"Pengiriman SMS sesama operator 100 persen menggunakan jaringan milik operator itu sendiri. Biaya produksinya nyaris nol rupiah. Kalau ada operator yang mendiskon menjadi hanya Rp 150 per SMS atau memberikan bonus gratis SMS setiap reload (isi ulang pulsa), operator sudah untung gede," paparnya.

Hal yang sama juga terjadi tarif percakapan antar sesama operator maupun lintas operator. "Dari dulu tarif tidak turun-turun. Kalau ada penurunan, sedikit sekali persentasenya. Kalau ada operator yang promo tarif hanya sekian rupiah per detik, itu hanya gimmick untuk menarik pelanggan baru sebanyak-banyaknya," tambahnya.

Operator, lanjut Kamilov, tidak jujur dalam menyampaikan data biaya komponen biaya produksinya kepada BRTI sebagai regulator yang sah sebagai kepanjangan tangan Pemerintah. "Mengakses data dari mereka susahnya minta ampun," ujar Kamilov.

Ia menilai, operator seluler banyak berlaku tidak fair. "Sekarang, dengan jumlah pelanggan yang terus bertambah, mencapai belasan dan puluhan juta per operator, mereka harusnya memberikan reward untuk masyarakat Indonesia dengan menurunkan tarif percakapan dan pengiriman data. Mereka ini sahamnya dikuasai asing. Asing mengeruk keuntungan di sini (Indonesia). Tapi mereka tidak memberikan sebagian keuntungan itu kepada masyarakat luas melalui penurunan tarif. Ini tidak fair," tegasnya.

Dengan bantuan konsultan, BRTI, lanjut Kamilov, saat ini menyusun patokan formula baru tarif seluler yang trennya diarahkan makin murah.

Formula ini diupayakan bisa menjadi referensi bagi semua operator seluler dalam mementukan tarif sekaligus melindungi kepentingan pelanggan. Formula tarif ini akan direview secara berkala dalam beberapa bulan sekali.


Tarif percakapan selular di Filipina 0,08 dolar AS (sekitar Rp 720, kurs Rp 9.000 per dolar AS) per menit. Sedangkan di Vietnam tarif yang berlaku adalah 0,104 dolar AS (Rp 936).

Tarif di kedua negara jauh lebih murah dibandingkan di Indonesia yakni 0,62 dolar (Rp 5.580) per menit. Bahkan tarih di Indonesia lebih mahal dibandingkan dari tarif yang berlaku di Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand (lihat, grafis)


Sudah Sesuai

Operator selular mengklaim tarif yang ditetapkan sudah sesuai dan tidak ada unsur pembohongan publik. Namun mereka enggan mengungkapkan hitungan tarif sebenarnya. Mereka beralasan penetapan tarif sudah ditentukan di tingkat manajemen masing-masing.

RSOM PT Excelcomindo (XL) Tbk Sulawesi, Ivan Priyahutama, mengatakan, wewenang penetapan tarif dilakukan ditingkat direksi dan bukan menjadi tugas regional.

Saat ini perusahaan yang dimiliki Telecom Malaysia gencar melakukan promosi tarif percakapan Rp 1/detik melalui kartu prabayar Bebas. Program ini hanya berlaku untuk kawasan Sulawesi dan Sumatera.

Sementara Area Manager Makassar PT Mobile-8 Telecom Tbk, Liongnardo Hugen, membantah jika Mobile-8 menetapkan tarif percakapan mahal.

Bahkan Liong menyatakan, harga percakapan melalui Fren paling murah karena tarif nya berlaku flat 24 jam.

Ia memberi contoh, percakapan sesama Fren akan lebih murah di menit ke enam.

Pada menit pertama pelanggan hanya dibebani Rp 600/menit. Sementara di menit kedua hingga kelima, tarif percakapannya sebesar Rp 300/menit. Tarif akan lebih murah di menit keenam dan seterusnya dengan biaya Rp 10/menit.

Begitu pun percakapan melalui PSTN hanya dikenai tarif Rp 25/detik (menit 1-5) dan di menit keenam sebesar Rp 10/detik. Ke operator selular GSM Rp 20/detik (menit 1-5) dan di menit keenam Rp 10/detik.

Sementara SLI Rp 30/detik (menit 1-5) dan di menit keenam Rp 10/detik. Untuk layanan data, menurutnya, Fren juga memberikan tarif murah. Dimana tarif postpaid Rp 2/kb dan prabayar Rp 5/kb berlaku flat.

"Tuduhan BRTI salah alamat. Mobile-8 sudah menetapkan tarif flat 24 jam dan paling murah. Kita tidak berhitung mengguna per zone," katanya.


Sebelumnya Vice President Public & Marketing Communication PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, Muhammad Awaluddin, menjelaskan, selama ini biaya percakapan lokal dari telepon tetap ke seluler (F2M, Fixed to Mobile) terdiri dari biaya air time sebesar Rp 325 sampai Rp 406 per menit.

Biaya ini sudah termasuk biaya komponen PSTN sebesar Rp 125 per menit. Bila dicermati maka biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk percakapan lokal telepon PSTN ke seluler sama saja, yaitu sebesar Rp 513 per menit.

Namun penetrasi telepon fixed line dan selular di Indonesia masih rendah dibanding perusahaan lain di Asia Pasifik.

Fenomena masih rendahnya penetrasi tersebut merupakan peluang masuknya pemain asing. Modusnya menggandeng mitra lokal, dengan sistem liberalisasi industri telekomunikasi.

Untuk itu, ia mengaku, Telkom tengah mempersiapkan strategi baru menekan tarif percakapan lebih murah. Kebijakan itu diantaranya, penghapusan biaya air time, pemberlakuan tarif percakapan lokal berbasis menit, pengaruh penghapusan air time terhadap bisnis wartel.

Penyederhanaan hitungan tarif percakapan telepon dari pulsa ke satuan menit, pemberlakuan interkoneksi berbasis biaya (cost-based interconnect), dan implementasi standardisasi kode akses ITKP 01-01X.

Telkomsel

Corporate Communications Telkomsel Pamasuka, Jowvy Kumala, mengatakan, pihaknya menolak bila operator disebut melakukan praktik oligopolistik karena sepakat membuat tarif percakapan dan SMS yang mahal.

"Tidak benar kalau kami dan operator lainnya sepakat membuat tarif yang mahal. Buktinya ada operator ponsel yang menawarkan tarif yang sangat murah di saat-saat tertentu," ujar Jowvy.

Seharusnya, lanjutnya, pemerintah yang berinisiatif menetapkan tarif selular yang seragam seperti menetapkan tarif atas (maksimal) dan tarif bawah (minimal) yang harus dipatuhi operator selular.

"Kalau ada tarif atas dan tarif bawah yang ditetapkan pemerintah, kami pasti mematuhinya," ujarnya.

Indosat

Head of Makassar Branch Indosat, M Tri Prasetya, yang dihubungi terpisah, mengatakan, pihaknya tidak pernah bersepakat dengan operator lain untuk membuat tarif percakapan dan SMS yang seragam.

"Kami tidak pernah melakukan kesepakatan tarif ponsel dengan operator lain. Tarif kami buat

dengan hitung-hitungan kami sendiri," ujarnya.

Ia pun membantah jika disebut menawarkan tarif yang tinggi karena ingin menangguk untung yang besar. "Tarif yang diberlakukan Indosat khususnya untuk tarif dalam masa promo sudah sangat murah. Dengan kompetisi yang cukup berat saat ini tarif akan cenderung turun," tambahnya.


pertumbuhan fixed line

di asia pasifik

* Korsel: 54 persen

* Jepang: 48 persen

* Singapura: 46 persen

* Malaysia: 19 persen

* Cina: 17 persen

* Thailand: 11 persen

* India: 4 persen

* Indonesia: 6 persen

* Filipina: 4 persen


pertumbuhan selular

* Korsel: 98 persen

* Jepang: 79 persen

* Singapura: 70 persen

* Malaysia: 74 persen

* Thailand: 47 persen

* Filipina: 43 persen

* Cina: 30 persen

* Indonesia: 22 persen

* India: 7 persen

periode Juli 2006


bandingkan tarifnya

* Filipina: 0,08 dolar AS (Rp 720)

* Vietnam: 0,104 dolar AS (Rp 936)

* Singapura: 0,184 dolar AS (Rp 1.656)

* Brunei: 0,2 dolar AS (Rp 1.800)

* Malaysia: 0,226 dolar AS (Rp 2.034)

* Thailand: 0,361 dolar AS (Rp 3.249)

* RI: 0,62 dolar AS (Rp 5.580)

*) SLI: Sambungan langsung internasional

**) Tarif dihitung per menit pemakaian (Persda Network/pay/lim/fin/fir)


Artikel ini diambil dari website tribun-timur.com