Artikel Interkoneksi Telekomunikasi

Minggu, 16 Desember 2007

Berebut Duit Recehan, eh Miliaran

Tak perlu diragukan, bisnis telekomunikasi merupakan bisnis basah. Kendati perkembangan pengguna telepon di Indonesia masih terbilang telat, tapi perputaran duitnya begitu besar. Tak heran jika perusahaan asing tak ragu untuk menanamkan duitnya dalam bisnis ini. Salah satu bukti yang bisa dilihat adalah besarnya duit yang berputar dalam pembicaraan lintas operator. Entah dari telepon rumah (public service telephone networt, PSTN) maupun ke telepon seluler (ponsel).


Komunikasi antaroperator komunikasi ini mendatangkan rezeki gede buat perusahaan telekomunikasi. Misalnya, ada hitung-hitungan pembagian pulsa antaroperator. Soalnya, begitu Anda menelepon dari ponsel Anda ke operator lain, duit pulsa yang Anda bayar tak cuma untuk operator telepon Anda, tapi juga operator telepon yang jadi tujuan Anda. Lalu-lintas pembicaraan antaroperator inilah yang disebut dengan interkoneksi.


Menariknya, lalu-lintas rupiah yang menyertai setiap pembicaraan telepon lintas operator ini begitu besar tiap detik. Ketua Askitel (Asosiasi Kliring Interkoneksi Telekomunikasi) Sarwoto Atmosutarno menghitung, dari data SOKI alias sistem otomatisasi kliring interkoneksi dua tahun terakhir, pertumbuhan trafik interkoneksi terus melonjak. Tahun 2004, kenaikannya mencapai 46,4%. Sementara pada tahun 2005 mencatat pertumbuhan 39,8%.


Dari data nilai transaksi interkoneksi, yaitu data hak dan kewajiban interkoneksi yang dikliring (di-settlement) melalui sistem SOKI, dan ditambah faktor margin dari trafik outgoing sekitar 60%, pertumbuhan nilai interkoneksi (outgoing dan incoming) mencapai sekitar 21,8% selama 2004, atau senilai Rp 12,75 triliun. Sedangkan selama tahun 2003 nilainya Rp 10,47 triliun. Adapun pertumbuhan 2005 mencapai 41,4% dengan nilai Rp 18 triliun, dan total mencapai puluhan miliar rekaman panggilan (call data record, CDR).


Nah, Sarwoto mengaku, dengan sistem SOKI yang dipakai sekarang, biaya operasional yang ditanggung operator relatif sangat murah. ”Biayanya sekitar Rp 5 miliar setahun,” katanya. Jumlah ini diperkirakan bakal membengkak jika SKTT (sistem kliring trafik telekomunikasi) diberlakukan. Pasalnya, operator SKTT bakal mematok biaya operasional per rekaman. Diperkirakan, biaya yang harus ditanggung membengkak jadi puluhan miliar per bulan. Wow…


Artikel ini diambil dari website kontan-online.com